Saya selalu salut
dengan teman-teman pelajar yang punya banyak pengalaman ikut kegiatan lomba,
pelatihan, gerakan, atau apalah dengan skala besar, mulai dari tingkat nasional
sampai internasional. Saya salut karena mereka memiliki banyak pengetahuan,
tapi tak jarang tindakan beberapa dari mereka membuat saya merasa sekian banyak
pengalaman dan sekian banyak pengetahuan mereka itu tak ada gunanya; saat
mereka miskin kepedulian.
Saat banyak teman-teman pelajar biasanya hanya sering
dipusingkan masalah percintaan, perang eksisme dan hitsme di snapgram, atau pangkat di mobile legend yang turun tiap update, mereka yang sering ikut lomba
ini terlihat keren karena memusingkan hal-hal luar biasa. Ada mereka yang
terlihat jenius dengan olimpiade biologi, sosiologi, psikologi, kedokteranlogi, dan logi-logi lainnya. Ada juga yang terlihat gagah saat memperdebatkan
masalah negara, yang terlihat keren dengan puisi kritiknya terhadap Pemerintah,
lalu yang jago berinovasi di esai dan
KTI, ditambah mereka para duta ya, mereka; Duta Anak, Duta Tidak Kawin, Duta
HIV/AIDS, Duta TBC, dll (Memang orang Indonesia dari zaman orba sampai
reformasi kurang lebih, apa-apa “didutakan”) dengan “caption inspiratif”-nya di Instagram, kepada mereka, siapa yang
akan mampu menahan kagum? Saya.
Rasa kagum saya sering kali tertahan saat rasa kasihan
datang bersamaan. Saya kasihan dengan beberapa dari mereka karena mereka sering
ikut lomba ini menambah pengalaman, menambah pengetahuan, tapi kepeduliannya
kepada sesama kadang malah berkurang.
Sepemikiran saya, setiap kegiatan itu harus jelas apa
tujuannya. Berdasarkan pemikiran tersebut ketika ingin ikut lomba, pelatihan,
kegiatan organisasi, dll, kita harus memikirkan dalam-dalam tujuan dari
kegiatan tersebut. Apa manfaatnya untuk diri kita sendiri? Apa manfaatnya untuk
orang lain?
“Lalu di mana
hubungannya sering ikut lomba sama kaya pengetahuan, dan miskin kepedulian?”
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, silakan teman-teman baca kutipan-kutipan di bawah.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, silakan teman-teman baca kutipan-kutipan di bawah.
“Buat apa sekolah
tinggi-tinggi, jika hanya untuk perkaya sanak dan famili?” – Najwa Shihab
“Apa arti ijazah
bertumpuk, jika kepedulian dan kepekaan tidak dipupuk?” – Najwa Shihab
“Buat apa wilayah
seluas Sabang sampai Merauke, jika pemudanya kehilangan idealisme?” – Najwa
Shihab
MAKA CELAKALAH MEREKA YANG BERLEBIHAN MENUNTUT
DIISTIMEWAKAN HANYA KARENA SERING IKUT LOMBA DAN SEJENISNYA!
Ya sebenarnya ga apa sih menutut, tapi jangan berlebihan gitu lo. Kzl saya ketika ada yang protes dengan kata-kata seperti, “Dasar sekolahku ga peduli sama anak yang mau berprestasi, masak aku mau ikut lomba dari Univ WKWKWLand ga dikasi uang tiket sama uang saku.”
Ya sebenarnya ga apa sih menutut, tapi jangan berlebihan gitu lo. Kzl saya ketika ada yang protes dengan kata-kata seperti, “Dasar sekolahku ga peduli sama anak yang mau berprestasi, masak aku mau ikut lomba dari Univ WKWKWLand ga dikasi uang tiket sama uang saku.”
Kenapa saya sampai kzl
Begini lo teman-teman, silakan teman-teman perhatikan sekitar teman-teman,
apakah sudah cukup sejahtera sehingga pantas untuk memenuhi tuntutan
teman-teman yang berlebihan itu? Apakah pantas teman-teman meminta biaya lomba
sampai berjuta-juta saat proyektor (Infocus itu looo) cuma jadi pajangan di
kelas, saat gaji guru honor masih kalah jauh sama penghasilan ojek online (Takut ga ngerti kalau pake
“daring”), saat keran westafel ga bisa hidup sehingga fungsinya sudah seperti
fidget spiner yang diputar-putar di kala bosan, pantaskah?
“Ah, zaman gini kok
ngesok idealis banget sih kamu?”
Ya Allah :((( Kalau Tan Malaka ga idealis sampe rela
hidup menderita dalam pengasingan atau Jenderal Sudirman ga idealis sampe
Soekarno mesti ngirim bahan biar Jenderal Sudirman mau bikin seragam baru, kira-kira
tanpa idealisme itu bisa ga sih bendera Indonesia berkibar? Begituuuuu. Jadi bagaimana? Apakah
teman-teman mengerti pentingnya idealisme? Atau teman-teman sekarang udah siap
sumpah palapa untuk Indonesia layaknya Gaj Ah Mada? Saya sih tidak mau, karena
saya yakin, meski hebat Gaj Ah Mada itu matinya jomblo dan kalau di zaman
sekarang pasti sering diledekin. (https://youtu.be/h1yg8N71xdA)
Jadi simpelnya gini : Punya banyak pengalaman kegiatan
dan lomba itu keren, pengetahuan kita bisa kaya, tapi jangan sampai kepedulian
kita miskin. Jangan kita ikut lomba itu sekadar mengejar sertifikat, sekadar
mengejar selempang, atau sekadar mengejar uang, sekadar mengejar gengsi,
apalagi sekadar mengejar doi dari daerah lain (Wah, ini parah yang sungguh
paripurna). Silakan teman-teman ingat-ingat apakah teori olimpiade, hasil
perdebatan, pusi kritik, sampai esai dan KTI yang teman-teman buat untuk
memecahkan masalah negara sudah sejalan dengan sikap teman-teman dalam
kehidupan sehari-hari?
“Btw, kutipan di
atas kok dari Najwa Shihab semua?”
Yang jelas ya, teman-teman sekalian, bukan karena Najwa
Shihab itu cantik. Iya Najwa Shihab itu cantik. Tapi kenapa Najwa Shihab adalah
ya karena dia cantik. Maksud saya dia itu bisa berbicara dengan baik, bisa
mengkritik, dan kritiknya bisa jadi praktek. Itu lo, dia kan sebagai presenter
terkenal jago retorika, terus dia tunjukin aksi nyatanya sebagai Duta Baca
Indonesia. Jadinya cantik gituuuu :))))
Ah udahlah, memang teman-teman yang pemikirannya luar
biasa ini suka ke mana-mana. Intinya jangan
sampai sering ikut lomba, teman-teman kaya pengetahuan, tapi miskin kepedulian
Mantab bosqu
BalasHapusThank you, Ammar Zoni
BalasHapusWidiii Zaka Merakyat! Mantap ini'-')b Keep inspiring, bro^^
BalasHapus#ZakaPilihanku #NoticeMeSenpai
Thank you, Raras Nunaaa ;)
HapusAkibat Kurang tepat mengenai persepsi eksistensi di kalangan kids jaman now wkwk.
BalasHapus.
Ntaaaps zak
Bisa jadi, bisa jadi :v
HapusNumpang lewat,
BalasHapusSaya baca ini karena lagi cari bahan untuk menyusun KTI untuk lomba dan akhir nya saya baca dari awal sampai akhir postingan kamu. yaa, emang bener sih pendapat kamu, cuma kasih informasi aja, kalau saya ikut lomba KTI dengan meneliti masalah sosial dan berharap pemerintah bisa melihat hasil penelitian saya sehingga dapat mengambil keputusan atas masalah sosial tersebut.
Saran saya untuk kalimat terakhir yang kamu tulis, "Intinya jangan sampai sering ikut lomba, teman-teman kaya pengetahuan, tapi miskin kepedulian" seharusnya ditulis "intinya jangan sampai karena sering ikut lomba...." karena kalau hanya ditulis jangan sampai sering ikut lomba, berarti kamu minta mereka untuk tidak mengikuti lomba dan berpendapat bahwa setiap orang yang sering ikut lomba tidak memiliki kepedulian, sekian, terima kasih~